Filsafat
ilmu merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu
sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat
menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan
pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan,
bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui
teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan
penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk
mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap
masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
A. Konsep dan
pernyataan ilmiah
Ilmu
berusaha menjelaskan tentang apa dan bagaimana alam sebenarnya dan bagaimana
teori ilmu pengetahuan dapat menjelaskan fenomena yang terjadi di alam. Untuk
tujuan ini, ilmu menggunakan bukti dari eksperimen, deduksi logis serta
pemikiran rasional untuk mengamati alam dan individual di dalam suatu
masyarakat.
1. Empirisme
Salah satu konsep mendasar
tentang filsafat ilmu adalah empirisme, atau
ketergantungan pada bukti. Empirisme adalah cara pandang bahwa ilmu pengetahuan
diturunkan dari pengalaman yang kita alami selama hidup kita. Di sini,
pernyataan ilmiah berarti harus berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman.
Hipotesa ilmiah dikembangkan dan diuji dengan metode empiris, melalui berbagai
pengamatan dan eksperimentasi. Setelah pengamatan dan eksperimentasi ini dapat
selalu diulang dan mendapatkan hasil yang konsisten, hasil ini dapat dianggap
sebagai bukti yang dapat digunakan untuk mengembangkan teori-teori yang
bertujuan untuk menjelaskan fenomena alam.
2. Falsifiabilitas
Salah
satu cara yang digunakan untuk membedakan antara ilmu dan bukan ilmu adalah
konsep falsifiabilitas. Konsep ini digagas oleh Karl Popper pada tahun 1919-20 dan kemudian
dikembangkan lagi pada tahun 1960-an. Prinsip dasar dari
konsep ini adalah, sebuah pernyataan ilmiah harus memiliki metode yang jelas
yang dapat digunakan untuk membantah atau menguji teori tersebut. Misalkan
dengan mendefinisikan kejadian atau fenomena apa yang tidak mungkin terjadi
jika pernyataan ilmiah tersebut memang benar.
- Pengertian Filsafat
Ilmu
- Untuk memahami arti dan makna
filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari
beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun
(2001)
- Robert
Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current
scientific opinions by comparison to proven past views, but such
aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual
scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan
perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari
pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian
cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
- Lewis
White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods
of scientific thinking and tries to determine the value and significance
of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan
pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
- A.
Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic
study of the nature of science, especially of its methods, its concepts
and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual
discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah
sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan
praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang
pengetahuan intelektual.)
- Michael V.
Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the
relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.
(Penelaahan tentang logika
interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan
teori, yakni tentang metode ilmiah.)
- May
Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically
neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis
yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai
landasan – landasan ilmu.
- Peter Caws
“Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do
for science what philosophy in general does for the whole of human experience.
Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs
theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief
and action; on the other, it examines critically everything that may be
offered as a ground for belief or action, including its own theories, with
a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu
merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang
filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan
dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia
dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi
keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis
segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau
tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan
ketakajegan dan kesalahan
- Stephen R.
Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first,
to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry
observational procedures, patens of argument, methods of representation
and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to
veluate the grounds of their validity from the points of view of formal
logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang
ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang
terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan,
pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya
menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan
logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).
Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan
mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun
aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat
ilmu, seperti :
- Obyek apa
yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut?
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang
membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
- Bagaimana
proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan
pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran
itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
- Untuk apa
pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara
teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S.
Suriasumantri, 1982)
B. Fungsi Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu
merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan,
yakni :
- Sebagai alat mencari kebenaran dari
segala fenomena yang ada.
- Mempertahankan,
menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat
lainnya.
- Memberikan
pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
- Memberikan
ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
- Menjadi
sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)
Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu
adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan
teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori
ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua
fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan
relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation
yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara
sederhana.
C.Substansi Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001)
memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1)
fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika
inferensi.
1.Fakta atau kenyataan
Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam,
bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.
- Positivistik
berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang
sensual satu dengan sensual lainnya.
- Fenomenologik
memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama,
menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide
dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian
antara fenomena dengan sistem nilai.
- Rasionalistik
menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan
skema rasional, dan
- Realisme-metafisik
berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri
dengan obyektif.
- Pragmatisme
memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain,
Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta
ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang
merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta
ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang
dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu
deskripsi ilmiah.
2.
Kebenaran (truth)
Sesungguhnya,
terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional,
kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik
(Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori
kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi,
kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan,
Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
(Ismaun; 2001)
a.
Kebenaran koherensi
Kebenaran
koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain
dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut,
baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan
sensual rasional mau pun pada dataran transendental.
b.Kebenaran
korespondensi
Berfikir benar
korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu
lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan
arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang
diyakini, yang sifatnya spesifik
c.Kebenaran
performatif
Ketika pemikiran
manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang
ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang
mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat
diaktualkan dalam tindakan.
d.Kebenaran
pragmatik
Yang benar
adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan
praktis.
e.Kebenaran
proposisi
Proposisi adalah
suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang
subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila
proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah
bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari
Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan
dilihat dari benar materialnya.
f.Kebenaran
struktural paradigmatik
Sesungguhnya
kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran
korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis
statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan
lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang
dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih
menyeluruh.
3.Konfirmasi
Fungsi ilmu
adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau
memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi
absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan
asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah
bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat
penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik
dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.
4.Logika
inferensi
Logika inferensi
yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika,
yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi
antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang
dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih
bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga
inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.
Post-positivistik
dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara
fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran
koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper
menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng
Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan
struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)
Di lain pihak,
Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke
dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.
D. Corak
dan Ragam Filsafat Ilmu
Ismaun (2001:1)
mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:
- Filsafat ilmu-ilmu sosial yang
berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan
(3) metodologi disiplin ilmu.
- Filsafat
teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means.
Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan
ide manusia.
- Filsafat
seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai
salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk
alasan praktis.
Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria:
nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren
dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional,
efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi,
tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak
merusak lingkungan.
id.wikipedia/wiki/filsafat ilmu
http./aljawad.tripod.com/artikel/filsafat _ilmu.htm
www.te.ugm.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar