A. PENDAHULUAN
Semakin seseorang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi,
dapat dipastikan akan berharap terjadi peningkatan taraf
kesejahteraan kehidupannya. Yang menjadi kekhawatirannya
adalah Human Development Indeks sebagai salah satu tolok
ukur Internasional termasuk dalam bidang pendidikan,
menyebutkan bahwa Pendidikan di Indonesia
menempati posisi urutan ke-110 dari 180 negara
di dunia yang disurvey. Selain itu, berdasarkan data, perkembangan pendidikan
Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang
lainnya. Menurut Education For All Global Monitoring Report 2011 yang
dikeluarkan oleh UNESCO setiap tahun dan berisi hasil pemantauan pendidikan
dunia, dari 127 negara, Education Development Index (EDI) Indonesia berada pada
posisi ke-69, dibandingkan Malaysia (65) dan Brunei (34).
Sementara, laporan Departeman Pendidikan dan Kebudayaan,
setiap menit ada empat anak yang putus sekolah. Banyak faktor yang mempengaruhi
tingginya angka putus sekolah di Indonesia. Namun faktor paling umum yang
dijumpai adalah tingginya biaya pendidikan yang membuat siswa tidak dapat
melanjutkan pendidikan dasar. Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan 1,3 juta
anak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah.
Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, pada bulan
September 2012, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), berkurang sebesar 0,54 juta orang (0,30 persen) dibandingkan
dengan penduduk miskin pada Maret 2012 yang sebesar 29,13 juta orang (11,96 persen). Selama periode
Maret 2012 - September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan
berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65
juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 0,40
juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012).
Jika pada akhir-akhir ini, bangsa Indonesia sedang
giat-giatnya menggalakkan program di bidang pembangunan teknologi demi
menyejajarkan dengan bangsa lain yang lebih maju, maka sepertinya itu harus
ditunda dulu. Sebab, pendidikan adalah hal yang utama digalakkan jika ingin
menyamakan diri dengan negara lain yang lebih maju. Negara-negara maju itu
bukan dimulai dari kemampuan berpikir secara cepat akan tetapi modal utama dari
semuanya itu adalah ilmu diikuti dengan keinginan kuat untuk maju.
Pemerintah
mengalokasikan Rp 331,8 triliun untuk anggaran sektor pendidikan pada Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2013. Jumlah tersebut
selain telah memenuhi amanat konstitusi untuk mengalokasikan anggaran pendidikan
sebesar 20 persen dari APBN, merupakan peningkatan 6,7 persen dibanding
anggaran yang dilokasikan tahun 2018 lalu sebesar Rp 310,8 triliun. Pemerintah
mengalokasikan dana BOS sebesar Rp 23,4 triliun pada RAPBN 2013 untuk
menstimulasi daerah dalam memenuhi penyediaan anggaran pendidikan di daerah.
Tetapi apakah dengan
besarnya anggaran pendidikan yang sudah dikeluarkan pemerintah, dapat mengatasi
masalah di bidang pendidikan di Indonesia yang makin hari ternyata semakin
ruwet dan sulit diluruskan benang kusutnya. Apakah pendidikan yang dilaksanakan
di Indonesia dapat mengatasi masalah kemiskinan yang ada?.
B. PEMBAHASAN
Sejak lama, negeri ini selalu menggalakkan program wajib
belajar. Maksud pemberian wajib belajar itu adalah untuk tujuan yang baik. Wajib
belajar itu adalah pemberian pelayanan kepada anak bangsa untuk memasuki
sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan masyarakat banyak.
Pada umumnya penduduk di Indonesia adalah kalangan yang terbilang belum mampu
dalam hal materi. Sehingga, pemerintah pada akhir-akhir ini selalu berusaha
memberikan bantuan khusus kepada sekolah-sekolah. Bantuan itu adalah guna
meningkatkan mutu kinerja tenaga pendidik dan yang terdidik.
Kemiskinan selalu jadi bayang-bayang di balik pendidikan
kita. Kemiskinan menjadikan semuanya semakin kacau. Namun bagaimanapun juga,
pendidikan tetap dinomorsatukan, sebab jika tak ada ilmu tidak akan kita dapati
perbaikan kemiskinan. Kita akan tetap seperti posisi seperti ini di sepanjang
tahun.
Dengan peningkatan mutu pendidikan secara otomatis
pengangguran akan berkurang, kebodohan dapat diatasi dengan mudah. Namun
bagaimanapun ceritanya, pemerintahlah yang harus memberikan tanggung jawab
penuh pada masalah ini.
Melihat kemiskinan di Indonesia makin merajalela, pemerintah
telah mengadakan program-program yang dapat memotivasi dan meringankan beban
kaum kecil agar pendidikan dapat dijalani semua anak Indonesia. Salah satunya
adalah program WAJAR (Wajib Belajar) 9 tahun. Program ini mewajibkan seluruh
anak di Indonesia untuk menjalani pendidikan dari SD hingga SMP. Pemerintah
melaksanakan program ini agar anak Indonesia menjadi cerdas dan dapat mengejar
ketertinggalan pendidikan Indonesia di mata dunia.
Selain itu, pemerintah juga meringankan biaya pendidikan para
siswa dan membantu biaya operasional sekolah yang kurang mampu dengan program
BOS (Bantuan Operasinal Sekolah). Hal ini dilakukan agar siswa yang kurang
mampu dapat terus menjalankan kegiatan belajarnya tanpa ada hambatan dari biaya
yang dikeluarkan. Selain itu, biaya BOS juga digunakan untuk memperbaiki sarana
dan prasarana sekolah agar sekolah bisa menciptakan suasana belajar mengajar
yang kondusif, dan para siswa juga nyaman dalam belajar di sekolah.
Selain BOS, pemerintah juga menyediakan sekolah gratis yang
telah dijalankan hampir di semua wilayah Indonesia. Betapa perhatiannya
pemerintah terhadap pendidikan sampai-sampai sekolah pun digratiskan. Sekolah
gratis ini hanya diadakan di sekolah-sekolah yang berstatus negeri dan bukan
sekolah yang telah berlabel RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) di
tiap daerah. Itupun tidak di setiap sekolah negeri ditunjuk menjadi sekolah
gratis. Apabila kebaikan pemerintah ini dapat digunakan secara maksimal, maka
akan banyak generasi muda yang bisa bersekolah dan mensukseskan program WAJAR 9
Tahun.
Untuk menjadikan pendidikan yang berhasil, janganlah
menempatkan kemiskinan di balik pendidikan kita. Kemiskinan itu tidak
sepatutnya ada. Tapi itulah yang harus kita buang jauh-jauh dari kehidupan kita.
Sebab, kalau kemiskinan itu tidak ada, niscaya kita akan dapat menjalani
kehidupan ini dengan berbagai kemudahan.
Pada intinya, pendidikan akan sejalan, seiring dengan kerja
sama yang baik antara pemerintah, dan warga negara Indonesia . Semoga pendidikan
di negara kita akan semakin terarah, dan tidak selalu dibayang-bayangi oleh
kemiskinan, sehingga kemiskinan akan dapat kita atasi secara lambat laun.
Perlahan tapi pasti.
Salah satu penyebab kemiskinan adalah karena faktor rendahnya
pendidikan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan memegang peranan yang sangat
penting dalam membentuk SDM pembangunan yang berkualitas sekaligus untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Karena bila anak tidak bisa melanjutkan
sekolah atau drop out akan mengakibatkan tadi, sumber daya manusianya rendah
dan akan kesulitan dalam mencari pekerjaan kelak dikemudian hari.
Ada sebuah teka-teki sederhana namun menarik di kemukakan
antara kemiskinan dan kebodohan,mana yang menjadi sebab pertama timbulnya
akibat antara keduanya ? Bila kebodohan menjadi sebab,kita bisa katakan
kemiskinanlah yang akan menjadi akibat; jika kemiskinan yang menjadi sebab,
kebodohan akan menjelma sebagai akibat. Teka-teki ini bukan tanpa nalar, dan
bukan pula sebuah usaha menyederhanakan persoalan. Memang,ada benarnya premis
bahwa kemiskinan tidak selamanya mengakibakan kebodohan, namun faktanya di
negeri ini hal itu terjadi.
Banyak orang miskin yang mengalami kebodohan atau mengalami
kebodohan bahkan secara sistematis. Karena itu,menjadi penting bagi kita untuk
memahami bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan kebodohan,dan kebodohan jelas
identik dengan kemiskinan.
TIGA RIALITAS.
Untuk memutus rantai sebab akibat diatas, ada satu unsur
kunci yaitu pendidikan. Karena pendidikan adalah sarana menghapus kebodohan
sekaligus kemiskinan. Namun ironisnya, pendidikan dinegeri ini selalu terbentur
oleh tiga realitas.
Pertama,
Kepedulian pemerintah yang bisa dikatakan rendah terhadap pendidikan yang harus
kalah dari urusan yang lebih strategis: Politik. Bahkan,pendidikan dijadikan
jargon politik untuk menuju kekuasaan agar bisa menarik simpati di mata rakyat.
Dan
di negeri ini, kita bisa melihat adanya pengabaian sistematis terhadap kondisi
pendidikan,bahkan ada kecenderungan untuk meng-anaktirikannya,dan harus kalah
dari dimensi yang lain.
Kedua, penjajahan
terselubung. Di era globalisasi dan kapitalisme ini,ada sebuah penjajahan
terselubung yang dilakukan negara-negara maju dari segi kapital dan politik
yang telah mengoptasi berbagai dimensi kehidupan di negara-negara berkembang.
Umumnya,penjajahan
ini tentuk tidak terlepas dari unsur ekonomi. Dengan hutang negara yang semakin
meningkat,badan atau organisasi donor pun mengintervensi secara langsung maupun
tidak terhadap kebijakan ekonomi suatu bangsa. Akibatnya, terjadilah
privatisasi di segala bidang. Bahkan, pendidikan pun tidak luput dari usaha
privatisasi ini.
Dari
sini pendidikan semakin mahal yang tentu tidak bisa di jangkau oleh rakyat. Akhirnya,
rakyat tidak bisa lagi mengenyam pendidikan tinggi dan itu berakibat menurunnya
kualitas sumber daya manusia di negeri ini.
Jadi, tidak heran jika tenaga kerja kita banyak yang berada
di sektor informal akibat kualitas sumber daya manusia yang rendah,dan ini
salah satunya karena biaya pendidikan yang memang mahal.
Apa
lagi ditengah iklim investasi global yang menuntut pemerintah memberikan
kerangka hukum yang bisa melindungi pemodal dan juga buruh murah. Buruh murah
ini merupakan hasil dari adanya privatisasi ( otonomi kampus ),yang membuat
pendidikan tidak lagi bisa dijangkau rakyat. Akhirnya,terbentuklah link up
sistem pendidikan, dimana pendidikan hanya mampu menyediakan tenaga kuli dengan
kemampuan minim.
Realitas ketiga
adalah kondisi masyarakat sendiri yang memang tidak bisa mengadaptasikan
dirinya dengan lingkungan yang ada. Tentu hal ini tidak terlepas dari kondisi
bangsa yang tengah dilanda krisis multidimensi sehingga harapan rakyat akan
kehidupannya menjadi rendah. Hal ini akan berdampak pada kekurangannya respek
terhadap dunia pendidikan, karena mereka lebih mementingkan urusan perut
daripada sekolah. Akibatnya,kebodohan akan menghantui, dan kemiskinan pun akan
mengiringi. Jadi, kemiskinan menjadi sebuah reproduksi sosial, dimana dari
kemiskinan akan melahirkan generasi yang tidak terdidik akibat kurangnya
pendidikan, sehingga kemudian menjadi bodoh dan kemiskinan pun kembali
menjerat.
Sebab-Sebab Orang Miskin tidak Sekolah
Penyebab orang-orang
miskin tidak bersekolah bisa terjadi karena dua faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal
terjadi karena keadaan ekonomi yang rendah. Apalagi bagi mereka yang ada di
kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan sekitarnya. Dampak dari
urbanisasi dan tidak mempunyai keahlian bekerja menyebabkan kemiskinan menjadi
marak dan tidak terkendali. Mereka yang melakukan urbanisasi kebanyakan berasal
dari lulusan sekolah dasar saja, itupun ada yang tidak tamat atau lulus. Usaha
mereka mencari uang dari hasil kerjanya hanya bisa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Apalagi untuk biaya sekolah, mereka sudah tidak
mempunyai sisa uang. Seharusnya mereka bisa mengedepankan pendidikan
anak-anaknya bagaimana pun caranya. Apabila anak mereka bersekolah setidaknya
hingga SMA, mereka bisa memperbaiki keadaan ekonomi sehingga kehidupannya bisa
lebih sejahtera. Lebih disayangkan lagi bila mereka yang tidak bersekolah
tergolong anak yang cerdas.
Selain keadaan ekonomi
yang rendah, penyebab yang lain timbul dari orang tua yang tidak peduli dengan
pendidikan anak-anaknya. Karena kemiskinan dan tuntutan kebutuhan hidup yang
serba mahal menyebabkan orang tua dari kalangan miskin menjadi egois. Mereka
hanya mementingkan bagaimana caranya untuk bertahan hidup daripada memikirkan
pendidikan anaknya. Orang tua miskin menganggap bahwa pendidikan dan sekolah
adalah hal yang sia-sia, dan lebih baik anaknya langsung bekerja yang penting
menghasilkan uang. Seperti yang dilakukan para orang tua yang anaknya disuruh
mengamen di lampu merah. Anak yang seharusnya ada di sekolah pada jam-jam
sekolah, nyatanya harus berkeliling diantara kendaraan-kendaraan bermotor untuk
mencari uang. Lebih mirisnya lagi, orang tua anak itu hanya menunggu di pinggir
jalan, sekaligus meminta setoran dari anak tersebut.
Karena orang tua
tersebut mengajarkan pada anak untuk bekerja daripada belajar dan sekolah, anak
itu pun menjadi ketagihan. Ketagihan disini maksudnya bahwa anak tersebut sudah
terlalu bergantung dengan uang. Yang ada dalam pikiran mereka hanya bagaimana
caranya untuk mendapatkan uang, karena dengan uang mereka bisa makan dan
membeli apa yang mereka mau. Mereka lebih memilih untuk bekerja daripada
sekolah karena sekolah itu tidak akan menghasilkan uang, justru akan
menghabiskan uang yang mereka dapatkan.
Faktor eksternal datang dari biaya sekolah
saat ini yang sangat mahal. Hanya untuk biaya pendaftaran saja sudah mencapai
jutaan rupiah. Bagaimana dengan biaya per bulannya? Itupun belum dengan biaya
untuk pembelian buku tulis dan buku panduan, LKS, seragam, alat tulis, dan
lain-lain. Biaya semahal itu hanya bisa dijangkau oleh mereka yang berada dalam
tingkat ekonomi menengah ke atas. Beasiswa yang diberikan oleh pihak sekolah
pun seakan-akan tidak dapat menutupi kekurangan itu.
Pengorbanan Orang Miskin untuk Sekolah
Sebenarnya masih banyak
orang-orang miskin yang peduli akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak
mereka. Sering kita melihat tayangan di televisi tentang mereka kaum kecil yang
berpenghasilan pas-pasan namun bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan
tinggi. Perjuangan mereka patut dicontoh oleh semua orang.
Alasan anak-anak kurang
mampu harus sekolah bermula dari kekecewaan orang tua terhadap masa lalunya
yang kurang atau bahkan tidak mengenyam pendidikan. Orang tua mempunyai
anggapan bahwa anak mereka harus bisa hidup lebih nyaman dan enak daripada
sekarang. Dan jalan untuk membuat hidup lebih nyaman adalah dengan menempuh
pendidikan. Karena tidak dapat dipungkiri di zaman sekarang ini, untuk
mendapatkan pekerjaan sangatlah susah. Untuk mendapatkan pekerjaan harus
mempunyai ijazah minimal SMA. Itupun hanya menjadi cleaning service atau
penjaga toko. Maka dari itu orang tua menaruh banyak harapan kepada anaknya.
Karena harapan yang
begitu besar kepada anaknya, mereka rela berkorban apapun demi mencapai itu
semua. Pengorbanan yang harus mereka tanggung diawali dengan hidup yang ala
kadarnya. Penghasilan mereka yang begitu pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari harus benar-benar dipangkas untuk biaya pendidikan. Mereka rela
untuk makan seadanya asalkan biaya sekolah bisa terpenuhi.
Pengorbanan yang mereka
lakukan terkadang tidak mendapatkan balasan yang setimpal. Memang saat ini
banyak sekolah yang lebih mengedepankan prestasi akademik siswa, tidak peduli
dari kalangan mana mereka berasal. Namun masih saja ada sekolah yang
mementingkan pendapatannya, sehingga anak-anak kurang mampu hanya bisa
bersekolah di sekolah yang mempunyai label yang buruk dari masyarakat. Misalnya
saja di sekolah yang notabene terkenal sering melakukan tawuran, atau sekolah
yang terkenal karena banyak anak nalkalnya, tingkat kelulusan yang rendah, dan
sebagainya. Hal ini sangat disayangkan, seandainya anak yang pintar harus
bersekolah di lingkungan yang negatif seperti contoh diatas. Dampaknya, anak
tidak mengembangkan kecerdasannya dengan belajar, malah justru ikut terjerumus
ke dalam pergaulan yang tidak baik. Karena masa-masa sebagai pelajar terutama
SMP dan SMA adalah masa dimana mereka berada dalam keadaan labil, sehingga
mudah terpengaruh oleh hal-hal yang dianggap negatif.
Sebenarnya banyak
anak-anak cerdas di Indonesia malah berasal dari kalangan yang kurang mampu.
Hal ini dikarenakan kesadarannya dalam menuntut ilmu sangat besar. Ditambah
lagi mereka adalah harapan kedua orang tuanya, karena orang tua pasti menginginkan
anaknya sukses dan tidak ingin anaknya menjalani hidup seperti apa yang mereka
jalani. Sebagai anak, tentunya mereka juga tidak ingin mengecewakan harapan
orang tuanya. Mereka burusaha untuk memenuhi keinginan orang tuanya dengan cara
belajar, dan hasilnya banyak anak dari kalangan kurang mampu bisa menjadi juara
di olimpiade-olimpiade yang tingkatnya bisa mencapai internasional.
C.
PENUTUP
Sudah sepantasnya semua
anak di Indonesia mengenyam pendidikan dari mulai tingkat SD (Sekolah Dasar)
hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) tanpa terkecuali. Harus ada peningkatan
kesadaran bagi mereka tentang pentingnya pendidikan. Karena ilmu yang diperoleh
dari sekolah dapat membantu mareka dalam menjalani kehidupannya. Dukungan dari
banyak pihak terutama keluarga sangat penting agar anak mau mengenyam
pendidikan. Manfaatkanlah bantuan-bantuan yang diberikan, baik dari pemerintah
ataupun dari pihak yayasan sekolah untuk meringankan biaya. Masa anak-anak
harus dikembangkan pola pikirnya, tidak hanya mengenalkan uang sebagai
satu-satunya hal yang dapat memberikan kepuasan. Kita sebagai generasi yang
peduli akan sesama hendaknya mau membantu, tidak hanya dalam bentuk uang namun
juga dapat menularkan ilmu kita kepada mereka dengan jalan mengadakan sekolah
terbuka. Dengan begitu kita juga memberikan sumbangsih yang besar bagi kemajuan
pendidikan di Indonesia.
Suatu bangsa yang ingin mencapai kemajuan, maka harus menganggap
pendidikan sebagai salah satu dari berbagai kebutuhan vital dan itu sama halnya
dengan kebutuhan akan pangan, sandang dan papan. Bahkan dalam bangsa yang kecil
yaitu keluarga, pendidikan adalah kebutuhan pokok. Dalam arti bahwa, mereka
akan mampu mengurangi kualitas rumah dan bahan makanannya dan mengupayakan
pendidikan tinggi untuk anaknya.
Maka sebaiknya negara juga demikian halnya. Apabila suatu
negara ingin cepat mendapat kemajuan dan perkembangan dalam segala aspek
kehidupan, maka prioritas utama pembangunan adalah pembangunan di bidang
pendidikan. Pendidikan adalah topik yang tidak akan pernah ada habis-habisnya,
sebab siapapun, di manapun, kapanpun, bagaimanapun dan apapun yang terjadi kita
harus tetap belajar. Belajar dari masalah dan mampu membaca keadaan yang
terjadi, merupakan proses belajar yang akan selalu kita dapati dan lakukan di
lapangan.
DAFTAR
PUSTAKA
Eko
Prasetyo. 2005.Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta:Resist Book.
http://indonesiaberkibar.org/id/fakta-pendidikan
http://www.anneahira.com/masalah-pendidikan.htm
http://velapunyablog.blogspot.com/2013/01/orang-miskin-dilarang-sekolah_3184.html